27 February 2019

Integritas K3 Bukan Hanya Sekedar Formalitas

Integritas K3 Bukan Hanya Sekedar Formalitas

Keselamatan berasal dari kata selamat yang memiliki arti secara harfiah terhindar dari bahaya dan risiko. Perlu kita ketahui, setiap kegiatan memiliki potensi munculnya bahaya dan risiko. Tanpa kecuali bentuk kegiatan tersebut. Baik di tempat kerja maupun di lingkungan rumah ataupun masyarakat.

Salah besar kalau kita berpikir keselamatan hanya untuk aktivitas di dalam dunia kerja. Padahal di sekitar kita dipenuhi dengan aktivitas yang penuh dengan bahaya. Sebagai contoh : ketika kita akan menyeberang jalan, bahaya apa saja yang mengancam kita pada saat menyeberang.

Sejak kecil kita sudah diajarkan membudayakan keselamatan dalam setiap aspek kehidupan. Jika kita ingat kata-kata dari seorang guru waktu kita masih duduk di sekolah taman kanak-kanak atau sekolah dasar.

Bagaimana seorang guru memberikan suatu nasihat kepada kita untuk selalu berhati-hati ketika berjalan di jalan raya. Kita dikenalkan dengan rambu-rambu lalu lintas dan diharapkan kita pun mematuhi rambu-rambu tersebut.

Namun, apa yang terjadi setelah kita beranjak dewasa. Bagaimana sikap-sikap seorang yang berkepribadian dewasa di jalan raya? Kita tahu dan memahami bahwa rambu-rambu dibuat dengan landasan untuk keselamatan. Namun, berapa banyak pelanggaran yang dilakukan.

Dengan berbagai alasan, mulai dari lupa hingga mengejar waktu hingga tidak sempat melihat rambu-rambu lalu lintas.

Apa yang terjadi dengan pelajaran yang sudah kita terima sejak kecil mengenai keselamatan? Adakah yang salah dengan pengetahuan yang diberikan oleh guru kita kala itu? Kembali ke permasalahan budaya keselamatan. Di Indonesia, budaya keselamatan sudah dibangun sejak kita masih duduk di taman kanak-kanak.

Namun, setelah kita tahu lantas hal tersebut hanya sebagai pengetahuan bagi diri kita saja.

Tetap saja pelanggaran-pelanggaran mengenai keselamatan banyak dilakukan. Hal ini sudah cukup rumit untuk dianalisa. Budaya keselamatan hanya sebagai bentuk slogan, bukan sebagai budaya yang dilakukan oleh setiap individu.

Namun, tidak ada kata terlambat untuk memperbaiki dan membudayakan keselamatan. Seperti kata-kata bijak: “Hal yang terjadi saat ini adalah bentuk akibat tindakan yang kita lakukan pada hari kemarin.

Begitupun tindakan yang dilakukan pada hari ini, merupakan hal apa saja yang akan kita Terima pada hari esok”. Kalau sekarang kita berpikir sudah terlanjur, maka esok pun akan semakin memperburuk keadaan dan jangan berharap ada perbaikan.

Tidak perlu berpikir kita harus melakukan hal besar dalam membentuk budaya keselamatan. Tidak perlu juga kita menyalahkan pemerintah dengan ketidaktegasannya terhadap undang-undang keselamatan yang dibuat. Tidak perlu juga kita menyalahkan aparat dan penegak hukum, karena mereka lalai dalam menjalankan tugasnya. Saat ini kita hanya perlu pikirkan, hal apa yang bisa kita lakukan mulai dari keluarga kita di rumah sebagai usaha membentuk budaya keselamatan.

Merubah budaya, tentunya dilakukan dari hal yang terdekat dari kita. Hal yang paling dekat adalah keluarga kita. Anak-anak kita di rumah. Seperti yang kita ketahui, buah hati kita adalah masa depan kita. Budaya yang kita sampaikan saat ini ke anak-anak kita merupakan budaya yang akan diterapkan oleh mereka ketika dewasa kelak.

Mari kita budayakan keselamatan mulai dari diri kita sendiri, mulai dari keluarga terdekat kita, dan mulai dari sekarang. Jika setiap keluarga memiliki budaya keselamatan yang bagus, maka sebuah negara yang berisi dari keluarga yang membudayakan keselamatan tentunya akan menjadi sebuah negara yang membudayakan keselamatan.

Membentuk Karakter K3

Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) adalah suatu bentuk upaya untuk mencapai situasi perusahaan, dimana pegawai di dalamnya merasa sehat, dan merasa aman dari suatu bahaya maupun risiko yang muncul. Dapat dikatakan pula, tujuan akhir dari suatu program K3 di perusahaan adalah tidak adanya angka kecelakaan kerja. Bahkan hingga tidak adanya angka kesakitan akibat kerja di dalam perusahaan.

Menurut Maslow, di dalam teori hirarki kebutuhan menjelaskan bahwa kesehatan dan juga keselamatan merupakan suatu kebutuhan yang paling mendasar. Namun terkadang hal yang kita butuhkan tidak semuanya terpenuhi. Apalagi kebutuhan-kebutuhan yang bersifat abstrak seperti halnya keselamatan dan kesehatan yang memang belum terjadi.

Seseorang akan cenderung memahami, jika orang tersebut mengalaminya sendiri. Hal ini yang seringkali menjadi permasalahan utama dalam suatu program K3 di perusahaan. Para petugas K3 perusahaan, sering bahkan tidak pernah bosan menjelaskan tentang bahaya dan risiko.

Namun jika di perusahaan yang memang belum pernah mengalami terpapar oleh bahaya dan risiko tersebut, cenderung mengabaikan. “Toh, hal tersebut belum pernah terjadi pada diri saya”. Kalimat tersebut yang sering muncul, hal tersebut menjadi sebuah dilema bagi petugas K3 yang ada.

Pada akhirnya, disatu sisi memang suatu kewajiban dari perusahaan, dilain sisi terkadang petugas K3 kesal dengan ungkapan-ungkapan tersebut.

Kondisi seperti ini memang tidak terjadi di semua perusahaan, apalagi untuk perusahaan besar yang memang K3 itu sudah menjadi prioritas utama.

Segala sesuatu dalam aktivitas selalu dilihat dari aspek keselamatan dan juga kesehatan pekerjanya maupun asset perusahaan yang ada. Ini yang dinamakan perusahaan yang memiliki karakter yang kuat dalam K3. Ini bukan suatu proses yang singkat atau mudah dilakukan. Justru ini hal tersulit dilakukan dalam mengimplementasikan K3 di perusahaan.

Dalam sistem SMK3 dijelaskan hal yang pertama kali dilakukan adalah membangun sebuah komitmen serta tanggung jawab bersama terhadap Keselamatan dan Kesehatan Kerja, terutama bagi pimpinan perusahaan. Komitmen dan tanggung Jawab ini merupakan penekanan awal dalam pembentukan karakter. Jika suatu pimpinan perusahaan berkomitmen terhadap K3, maka dalam melihat atau mendengar suatu laporan adanya pelanggaran maka pimpinan ini mesti mengambil sikap dan tindakan yang tegas.

Sikap dan perilaku pimpinan pun dapat menjadi contoh bagi setiap karyawan. Ini yang dinamakan pembentukan karakter.Ibarat anak kecil yang meniru kedua orang tuanya. Setiap ucapan, maupun tindakan ayah dan ibunya yang kelak menjadi sikap dan perilaku si anak tersebut.

Seseorang cenderung akan mencontoh orang yang memiliki power kuat, memiliki pengaruh yang besar, dan dapat dijadikan role model. Hal ini, dapat dilakukan dengan penekanan dari pimpinan perusahaan bagi para atasan, manajer atau level supervisor. Untuk selalu memberikan contoh sikap dan perilaku yang aman, sehat, dan selamat kepada anak buahnya.

Dalam SMK3 juga terdapat klausul yang menjelaskan mengenai implementasi atau penerapan program K3. Salah satu bagian dari program yaitu adanya pengembangan dan pelatihan bagi karyawan terutama terkait aspek K3 di perusahaan. Program ini yang akan mengedukasi karyawan, memberikan pengetahuan yang cukup sehingga tersimpan dalam benak karyawan tentang aspek K3 tersebut.

Pada klausul implementasi, terdapat juga program Komunikasi dan Promosi K3. Para atasan menyampaikan kepada bawahannya tentang aspek bahaya dan risiko yang ada di tempat kerja. Hal ini terkesan sangat membosankan. Akan tetapi ini penting untuk selalu disampaikan kepada pekerja.

Agar pekerja akan selalu ingat dan bahkan dapat mengingatkan rekan kerja jika terdapat penyimpangan atau ketidaksesuaian. Ini yang biasa disebut dengan toolbox meeting atau safety talk yang disampaikan setiap hari.

Kemudian promosi K3 secara regular dilakukan agar pekerja dapat selalu ingat dan lebih memahami tentang aspek-aspek K3 yang di sampaikan.

Bentuk promosi K3 dapat dilakukan dengan visualisasi atau gambar. Seperti poster, spanduk, banner, pamflet, sticker, dan lain-lain. Bentuk promosi juga dapat dilakukan dengan suatu program yang menarik, seperti dibuatkan lomba, quiz, dan bentuk program lainnya. Intinya, petugas K3 melakukan sosialisasi dan promosi-promosi yang menarik agar Pekerja lebih memiliki awareness yang tinggi terhadap aspek K3.

Pada pelaksanaannya memang bukan hal yang mudah untuk dilakukan. Melakukan suatu perubahan karakter individu, budaya organisasi, dan merubah sikap maupun perilaku merupakan suatu tahapan proses. Dengan sistem Manajemen K3, merupakan suatu cara untuk memberikan suatu perubahan dari berbagai arah.

Dari sisi pimpinan perusahaan, dengan memberikan komitmen dan tanggung jawab, serta memberikan contoh sikap dan perilaku.

Kemudian melakukan penekanan kepada level manajer dan juga level supervisor untuk selalu bersikap dan berperilaku yang aman, sehat, dan selamat.

Sehingga dapat menjadi role model bagi pekerja. Dari sisi pekerjanya pun, dengan pembekalan pengetahuan yang cukup, serta stimulus dengan selalu diingatkan, diberikan contoh visualisasi gambar, dan dengan memberikan program-program yang dapat menarik para pekerja untuk dapat terlibat.

Membentuk karakter yang kuat terhadap aspek K3 di perusahaan bukan hal yang sulit. Dengan komitmen, konsistensi, dan keterlibatan seluruh level di perusahaan hal itu akan mudah dilakukan. Jadi permasalahannya bukan“bisa atau tidak bisa”, tetapi“mau atau tidak mau”.

Writer : FFR


Warning: count(): Parameter must be an array or an object that implements Countable in /home/k8673307/public_html/responsiveweb/wp-includes/class-wp-comment-query.php on line 399

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *